SRI: Sang Penyelamat Pertanian Tanaman Padi di Indonesia
sumber: www.sampulpertanian.com
Indonesia dikenal
memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat luar biasa. Hal ini dibuktikan
dengan tingginya angka keanekagaraman yang ada di Indonesia. Salah satu sektor sumberdaya
alam di Indonesia yang menjadi roda penggerak ekonomi negara tertinggi adalah
sektor pertanian. Hal ini dikarenakan pertanian dari segi produksi menjadi
sektor kedua yang paling berpengaruh setelah industri pengolahan. Selain
didukung dengan sumberdaya alamnya, pertanian di Indonesia juga didukung oleh
sumberdaya manusianya. Banyak petani di Indonesia ditemukan di ruang lingkup
pedesaan dimana masih menggunakan cara-cara konvensional. Cara tersebut sudah
ada sejak dulu dan dilakukan secara turun-temurun sampai zaman sekarang.
Penanaman padi menggunakan metode konvensional sudah sering dan
digunakan secara luas oleh masyarakat di Indonesia. Pada penanaman padi
konvensional ini petani lebih mudah dalam pengaplikasiannya sehingga lebih
banyak yang menggunakan metode padi secara konvensional ini, tetapi kekurangan
dalam penanaman padi dengan metode konvensional menurut Herawati (2012) lebih
banyak menggunakan pupuk anorganik sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan
kondisi tanah semakin berat, sehingga mengakibatkan pengolahan menjadi lebih
sulit. Cara konvensional
yang mayoritas diaplikasikan oleh petani ini mungkin bisa meningkatkan hasil
budidaya. Namun, keuntungan ini hanya bersifat jangka pendek. Hal ini
dikarenakan, pada sistem tanam secara konvensional, input pupuk kimia atau
pestisida kimia lebih besar dibandingkan dengan bahan organik. Jika sistem
pertanian ini digunakan secara terus-menerus maka produktivitas tanaman akan
menurun dikarenakan kualitas tanah yang menurun, kurangnya bahan organik. Oleh
karena itu, produktivitas tanaman padi sawah di Indonesia masih belum optimal
dibandingkan dengan negara lain. Menurut Rochavati (2011) menyatakan bahwa
belum optimalnya produktivitas padi sawah di Indonesia ini dikarenakan
rendahnya efisiensi pemupukan, kahat unsur mikro, sifat fisik tanah tidak
optimal, penggunaan benih kurang bermutu, varietas yang dipilih kurang adaptif,
belum efektifnya pengendalian hama dan penyakit dan pengendalian gulma yang
kurang optimal. Penyebab-penyebab inilah yang mungkin diakibatkan oleh
penggunan sistem tanam konvensional secara terus menerus. Kebijakan pembangunan
pertanian konvensional yang diharapkan pemerintah Indonesia sejak akhir dekade
1960-an melalui penerapan revolusi hijau bersifat industrial, eksploitatif
terhadap penggunaan sumberdaya alam dan hanya berorientasi pada peningkatan
produksi. Sebagai imbasnya para petani dibuat ketergantungan oleh sistem
konvensional dimana menggunakan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan
sehingga dapat merusak lingkungan. Pada permulaan penggunaan input agrokimia
memang mampu meningkatkan produksi, tetapi dalam jangka waktu panjang
produktivitas lahan serta tanaman akan menurun, pencemaran lingkungan meningkat
dan akan menurunkan angka produksi. Sadar atau tidak manusia sudah terlalu jauh
dalam merambah alam untuk memenuhi nafsu kehidupannya. Manusia tidak hanya
menerima manfaat dari alam namun harus pula sebaliknya yaitu memberikan manfaat
bagi alam. Paling tidak manusia harus tetap menjaga dan mempertahankan kondisi
tersebut sebagai upaya mempertahankan keseimbangan alam. Hal inilah yang telah
dilupakan oleh sebagian besar manusia yang semakin membara dalam mengembangkan
pertanian konvensional.
Semakin tahun, isu berkembangnya
pencemaran dan penurunan kualitas lahan sawah semakin meningkat, serta semakin
mahalnya harga pupuk dan terbatasnya ketersediaan air. Oleh karena itu, suatu
keharusan untuk melakukan efisiensi penggunaan input. Pengelolaan hara melalui
pemupukan yang berimbang dan terpadu merupakan kunci untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk, serta mengubah pertanian berbasis eksploitasi tanah
menjadi pertanian berbasis pembangunan kesuburan tanah. Hal-hal inilah yang
harus dilakukan guna untuk mencapai pertanian berkelanjutan. Salah satu sistem
pertanian yang sesuai guna mencapai pertanian berkelanjutan adalah pertanian
organik. Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didesain
sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan.
Prinsip pertanian organik yaitu tidak menggunakan atau membatasi penggunaan
pupuk anorganik serta harus menyediakan hara bagi tanaman dan mengendalikan
serangan hama dengan cara yang berdasarkan pada prinsip ekologi atau diluar
cara konvensional yang biasa dilakukan. Salah satu sistem pertanian organik
yaitu SRI (System of Rice Intensification). SRI merupakan sistem tanam yang menerapkan
prinsip ramah lingkungan dan menekan penggunaan dari luar seperti bahan kimia,
baik pestisida maupun pupuk kimia, selain itu SRI juga menetapkan jarak tanam
yang lebar, sehingga tanaman dapat menyerap sinar matahari dengan optoimal
dengan prinsip yang ramah lingkungan membuat daun yang tumbuh akan lebih sehat
dan pertumbuhannya menjadi baik. Metode ini sangat berbeda dengan metode
budidaya padi konvensional. Pada budidaya padi menggunakan metode SRI ini lahan
sawah tidak perlu digenangi air seperti pada padi konvensional. Hal ini
dimaksudkan untuk oksigen lebih banyak dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan
oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perakaran yang lebih banyak. Teknologi SRI
bisa menjadi pilihan teknologi yang menarik dalam usahatani padi karena ada
efisiensi penggunaan input benih dan penghematan air serta mendorong penggunaan
pupuk organik. Dengan demikian bisa menjaga kesuburan tanah dan mengurangi
ketergantungan pada pupuk anorganik. Budidaya padi dengan menggunakan metode
SRI memiliki banyak kelebihan yang diantaranya tanaman hemat air, lebih hemat
waktu, prosuksi meningkat, dan ramah lingkungan. Tetapi budidaya padi
menggunakan metode SRI ini juga memiliki kendala diantaranya pengelolaan
irigasi dan pengendalian air yang berkala, hal ini tidak mudah untuk diterapkan
oleh petani. Akibatnya, aerasi tanah meningkat dan petani tidak menyadarinya.
Kemudian kebutuhan tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan praktek tradisi
nasional, Banyak kendala dalam menanam bibit muda dan per lubang dengan satu
tanaman, dan beberapa hama dan penyakit menyerang bibit muda setelah tanam.
Sehingga untuk menerapkan SRI sangat sulit, namun hal tersebut dapat diterapkan
secara intensif jika petani sudah yakin dan sudah mendapatkan keterampilan
dalam metode ini.
Daftar Pustaka
Herawati, L. 2012. Dampak Budidaya Padi
Organik Dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) Terhadap
Sustainibilitas Kandungan Organik Tanah dan Pendapatan Usaha Tani Padi Di
Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah. Tesis. Lampung: Universitas
Lampung
Herawati, W.D. 2012. Budidaya
Padi.Yogyakarta: Javalitera.
Rochavati, Sri. 2011. Analisis Komparatif
Sistem Pertanian Konvensional, PTT dan SRI di Lahan Sawah Irigasi Jawa Barat
Terhadap Keseimbangan Hara, Dinamika Biologi, Efisiensi Pupuk (> 30%) dan
Nilai Ekonomi Usahatani. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian, Jawa Barat.
Sardiana, I.K. 2017. Strategi Transisi
Dari Pertanian Konvensional Ke Sistem Organik Pada Pertanian Sayuran Di
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. J. Bumi Lestari, 17(01): 49-57.
Komentar
Posting Komentar